BLOG yang menyediakan fakta nyata. Diberdayakan oleh Blogger.

Kamis, 30 Juni 2011

Amirul Mukminin Dimata Salafy Indon KW13

Vady Spy
عن أبى هريرة عن النبي صلى الله عليه وسلم قال: "كانت بنو إسرائيل تسوسهم الأنبياء كلما هلك نبى خلفه نبى وإنه لا نبى بعدى وستكون خلفاء فيكثرون قالوا فما تأمرنا قال فوا بيعة الأول فالأول وأعطوهم حقهم الذى جعل الله لهم فإن الله سائلهم عما استرعاهم”.
Dari Abu Hurairah dari Nabi shallallahu’alaihi wasallam bersabda: “Bani Israel dulu selalu dipimpin oleh para nabi. Setiap kali wafat seorang nabi, maka diganti oleh nabi berikutnya. Dan sesungguhnya sepeninggalku takkan ada nabi lagi. Yang ada hanyalah khalifah-khalifah yang banyak. Para Sahabat bertanya, “Kalau begitu, apa yang engkau perintahkan kepada kami?”. Beliau saw menjawab, “Berbai’atlah kepada khalifah yang pertama, lalu kepada yang pertama berikutnya. Berikan kepada mereka haknya. Karena sesungguhnya Allah akan meminta pertanggungjawaban mereka tentang apa yang mereka pimpin”. SHAHIH, dikeluarkan oleh Ahmad (2/297) no. 7947, Bukhari (3/1273) no. 3268, Muslim (3/1471) no. 1842, dan Ibnu Majah (2/958) no. 2871.

Bagaimana anda memahami hadits yg ente tulis di blog anda

Jawab;



Rikrik Aulia Rahman
Menurut pemahaman Ahlus sunnah, Bai’at yang dimaksud adalah bai’at paling awal yang dilakukan oleh ahlu hal wal aqdi. Adapun jika dilakukan oleh selain ahlu hal wal aqdi bukan termasuk bai’at untuk Khalifah/Amir, melainkan mirip bai’atnya tarekat sufi (Tarekat Sufi biasanya memiliki ritual dimana seorang murid berbai’at pada gurunya). Karena bai’at untuk mengangkat seseorang menjadi Khalifah, hanya boleh dilakukan oleh ahlu hal wal aqdi atau musyawarah kaum muslimin, sebagaimana dicontohkan oleh Khulafaurasyidin.
Imam Ahmad meriwayatkan dalam Musnad Ahmad (1/55) no. 391 sebuah hadits yang panjang,
وَقَالَ عُمَرُ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَمَا وَاللَّهِ مَا وَجَدْنَا فِيمَا حَضَرْنَا أَمْرًا هُوَ أَقْوَى مِنْ مُبَايَعَةِ أَبِي بَكْرٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ خَشِينَا إِنْ فَارَقْنَا الْقَوْمَ وَلَمْ تَكُنْ بَيْعَةٌ أَنْ يُحْدِثُوا بَعْدَنَا بَيْعَةً فَإِمَّا أَنْ نُتَابِعَهُمْ عَلَى مَا لَا نَرْضَى وَإِمَّا أَنْ نُخَالِفَهُمْ فَيَكُونَ فِيهِ فَسَادٌ فَمَنْ بَايَعَ أَمِيرًا عَنْ غَيْرِ مَشُورَةِ الْمُسْلِمِينَ فَلَا بَيْعَةَ لَهُ وَلَا بَيْعَةَ لِلَّذِي بَايَعَهُ تَغِرَّةً أَنْ يُقْتَلَا
Umar radhiyallahu’anhu berkata: Demi Allah, kami tidak menemukan hal yang lebih kuat dari pada membai'at Abu Bakar dalam pertemuan kami, kami khawatir jika orang-orang itu telah terpisah dari kami, sementara bai'at belum ada, maka mereka akan membuat sebuah pembai'atan setelah kami. Dengan demikian, boleh jadi kami akan mengikuti mereka pada sesuatu yang tidak kami ridlai atau berseberangan dengan mereka, sehingga akan terjadi kehancuran. Maka barangsiapa membai'at se-orang pemimpin tanpa musyawarah kaum muslimin, sesungguhnya bai'atnya tidak sah, dan tidak ada hak membai'at bagi orang yang membai'atnya, dikhawatirkan keduanya (orang yang membai'at dan dibai'at) akan dibunuh”. (Hadits ini dalam Shahih Bukhari no. 6329).
Kalau kita membandingkannya dengan bai’at para sahabat kepada Nabi shallallahu’alaihiwasallam, maka tidak bisa disamakan sebab Nabi shallallahu’alaihiwasallam diangkat oleh Allah, seandainya semua manusia tidak mengakuinya sebagai pemimpin sekalipun, beliau tetap sah sebagai pemimpin.
Imam As-Suyuthi rahimahullahu pernah ditanya tentang seorang sufi yang telah berba'iat kepada seorang syaikh, tetapi kemudian ia memilih syaikh lain untuk diba'iatnya: "Adakah kewajiban yang mengikat itu, bai'at yang pertama atau yang kedua?”. Beliau menjawab,
لَا يَلْزَمُ الْعَهْدُ الْأَوَّلُ وَلَا الثَّانِي، وَلَا أَصْلَ لِذَلِكَ.
"Tidak ada yang mengikatnya, baik bai'at yang pertama maupun bai'at yang kedua dan yang demikian itu tidak ada asal-usulnya”. (Al-Hawiy Lil Fatawi 1/297 cet Darul Fikr). 


Tanya;


Vady Spy
kesimpulannya apa?
kepada siapa kita wajib bai'at?

Jawab;


Rikrik Aulia Rahman
kepada pemimpin yang diakui oleh ahlu hal wal aqdi, di indonesia disebut presiden, di arab saudi disebut khalifah/malik, dimalaysia disebut sulthan. Selama masih sholat, ahlus sunnah mengakui mereka sebagai pemimpin... dalilnya silahkan lihat-lihat lagi diblog ana atau diblog ustadz ahlus sunnah.

Tanya;


Vady Spy
siapa ahlu hal wal aqdi?
lalu bagaimana umat muslim yg berada di negeri yahudi?

Jawab;


Rikrik Aulia Rahman
ahlu hal wal aqdi itu tokoh masyarakat muslim,
tentang kaum muslimin yang berada dinegeri yahudi, apakah antum tidak memperhatikan ucapan ana "Selama masih sholat, ahlus sunnah mengakui mereka sebagai pemimpin" ini adalah nash dr Rasulullah shallallahu'alaihi wasallam, "taatlah selagi mereka masih sholat". Jadi, jika pemimpinnnya kafir, sudah meninggalkan sholat, maka tidak wajib taat kepadanya, kecuali terikat dengan perjanjian. wallahu'alam.


Tanya;


Vady Spy
apakah "yang penting sholat" itu adalah syarat menjadi imam?
apakah "taatlah selagi mrk msh sholat" ini bener dr rasulullah? siapa perawinya?

Jawab;


Rikrik Aulia Rahman
pertanyaan pertama, adalah menunjukan antum tidak paham atau pura2 tidak paham penjelasan sebelumnya atau dalam bahasa jokam, 'mbulet'.


adapun pertanyaan kedua:


حَدَّثَنَا هَدَّابُ بْنُ خَالِدٍ الْأَزْدِيُّ حَدَّثَنَا هَمَّامُ بْنُ يَحْيَى حَدَّثَنَا قَتَادَةُ عَنْ الْحَسَنِ عَنْ ضَبَّةَ بْنِ مِحْصَنٍ عَنْ أُمِّ سَلَمَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ سَتَكُونُ أُمَرَاءُ فَتَعْرِفُونَ وَتُنْكِرُونَ فَمَنْ عَرَفَ بَرِئَ وَمَنْ أَنْكَرَ سَلِمَ وَلَكِنْ مَنْ رَضِيَ وَتَابَعَ قَالُوا أَفَلَا نُقَاتِلُهُمْ قَالَ لَا مَا صَلَّوْا


Menceritakan kepada kami Hadab ibn Khalid Al-Azdi menceritakan kepada kami Hamam ibn Yahya menceritakan kepada kami Qatadah dari Al-Hasan dari Dhobah ibn Mihshan dari Ummu Salamah, sesungguhnya Rasulullah shallallahu ’alaihi wasalam bersabda: “Akan memimpin kalian para pemimpin yang kalian mengetahui dan mengingkari. Barangsiapa yang mengetahui maka ia telah berlepas diri, dan barangsiapa yang membenci maka ia telah selamat. Akan tetapi orang yang ridha dan mengikutinya”. Mereka bertanya, “Bolahkah kami memerangi mereka?”. Beliau menjawab, “Jangan selagi mereka mendirikan shalat”. (Muslim dalam Shahih no. 1854).


Tanya;
 
Vady Spy
bukankah hadits diatas rosul menyuruh untuk berlepas diri padanya dan dikatakan selamat?
kenapa anda mengingkari hadits diatas?

Rikrik Aulia Rahman, terdiem membisu dengan seribu kata

2 komentar

Abu Royyan Al-Quroba 30 Juni 2011 pukul 01.16

Bantahan I; Imam Harus Mempunyai Kekuasaan ?

Sebagian mereka mengatakan imam harus berkuasa seperti pemerintah, jadi tidak sah kalau imam tidak mempunyai kuasa atau otoritas,
contohnya; melaksankan hokum syariat.

Jawab: Persyaratan Imam yang di bai’at haruslah mempunyai wilayah kekuasaan sehingga bisa menegakkan hokum syariat Islam, seperti hokum hudud dan lain-lain, ini adalah persyaratan yang diada-adakan dan bertentangan dengan kenyataan sejarah;


Bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam secara rahasia telah diba’at oleh orang-orang Anshar di Aqabah tepatnya di kawasan dekat dengan Jumrah Ula peristiwa ini terjadi dua kali, yang pertama pada musim haji tahun ke-12 dari keNabian, yang kedua pada musim haji tahun ke-13 dari keNabian, saat itu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sama sekali tidak mempunyai wilayah kekuasaan.

Abu Royyan Al-Quroba 30 Juni 2011 pukul 01.18

Bantahan II; Pemerintah adalah Imam ?

Sebagian mereka mengatakan imam itu adalah pemerintah, jadi kalau ada yang mendirikan jamaah dan mengangkat imam itu tidak sah dan halal diperangi.

Jawab: Bagi kaum muslimin yang tinggal di negeri Islam seperti Saudi Arabia pendapat itu benar 100% tapi bagaimana dengan umat Islam yang tinggal di negeri sekuler yang pemerintahnya orang-orang non-muslim, apakah itu bisa dikatakan “yang memiliki perkara dari golongan kalian orang-orang iman?” padahal di awal ayat (An-Nisa : 59) Allah menegaskan firmanNya khusus kepada “wahai orang-orang yang beriman”

Dan bagaimana jika yang jadi pemerintah (Presiden atau Perdana Menteri) adlah perempuan ? sedangkan hal itu sangat diingkari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam

Dan Abu Bakrah berkata; Sungguh Allah telah member manfaat kepadaku dengan kalimat (hadits) sewaktu perang Jamal tidak beruntung suatu kaum yang menyerahkan perkaranya pada orang perempuan. HR Al Bukhari 6570

Keterangan:
Perang antara Pasukan Khalifah Ali melawan pasukan yang dipimpin Ummul Mukminin Aishah terjadi pada tahun 11 Jumadil akhir 36 H atau Desember 657 M, Abu Bakrah merasa beruntung sebab dengan tahu Hadist tersebut dia tidak menyertai pasukah Aishah

Posting Komentar